Komunikasi Organisasi: GoJek Dalam Menanggulangi Krisis
Untuk memenuhi tugas UAS semester 1 kali ini saya akan mencoba membahas tentang Go-jek. mungkin untuk daerah luar Jabodetabek masih banyak yang belum mengenal Gojek. Jadi, silahkan disimak, semoga bermanfaat.. kalau ada yang kurang/salah silahkan dikoreksi ya..
Pendahuluan
Pendahuluan
Tidak ada satu organisasi atau
perusahaan yang terlepas dari konflik, baik itu organisasi besar maupun
organisasi kecil. Krisis yang muncul dapat berasal dari internal maupun
eksternal organisasi, dan krisis biasanya timbul secara tiba-tiba. Misalnya
krisis kecelakaan pesawat pada Air Asia,
krisis semburan lumpur pada PT. Lapindo, krisis isu bahaya rokok bagi
perusahaan rokok di Indonesia, atau berupa tumpahnya minyak Pertamina di
perairan Cilacap yang baru saja terjadi. Krisis tidak hanya terjadi pada
organisasi yang besar dan berpengalaman saja, tapi juga rentan terjadi pada
organisasi kecil, khususnya pada perusahaan yang baru berdiri.
Ketika
suatu organisasi maupun perusahaan sedang mengalami krisis, maka mengulur waktu
atau membiarkan suatu krisis berkembang secara bebas adalah tindakan yang tidak
bijaksana, dan bahkan berpotensi merugikan organisasi. Demikian pula halnya jika
organisasi berusaha menutup-nutupi konfliknya dengan berbohong atau enggan
memberikan penjelasan. Mengingat saat ini teknologi telekomunikasi dan media
komunikasi telah semakin canggih, maka sebuah berita konflik akan sangat mudah
tersebar luas, sehingga membuat organisasi tidak dapat lagi menyembunyikan
suatu krisis dari telinga pers. Dalam hitungan detik, berita mengenai suatu
konflik atau krisis akan tersebar ke berbagai penjuru dunia. Jika hal ini
lamban ditangani maka akan menyebabkan penanggulangan krisis menjadi semakin
sulit.
Pada
umumnya krisis yang sedang menyerang perusahaan bertambah parah
ketika perusahaan gagal dalam mengelola komunikasi dimasa krisis, sehingga komunikasi menjadi
hal yang penting untuk diperhatikan. Setiap organsiasi tidak boleh mengabaikan sebuah
krisis begitu saja, perusahaan harus cepat tanggap dalam memberikan penanganan
serta harus memiliki serangkaian kesiapan tersendiri untuk mengatasi krisis.
Berbagai krisis dapat terselesaikan dengan baik dan dapat pula meluluh lantakkan
organisasi atau perusahaan tersebut. Hal penting yang dapat dipelajari dari organisasi
atau perusahaan yang selamat dari krisis adalah kemampuannya untuk megelola
krisis dan memasukkan manajemen komunikasi sebagai bagian penting dalam menyelesaikan
krisis, sehingga krisis tidak menjadi masalah yang berlarut-larut dan bertambah
parah yang dapat berpotensi menghancurkan reputasi perusahaan dimata masyarakat.
Sebagai
sebuah organisasi baru, Gojek tidak akan terlepas dari berbagai konflik yang
akan menentukan apakah organisasi tersebut akan terus bertahan atau lenyap. Walaupun
pada dasarnya tidak ada satu organisasipun yang menginginkan terjadinya
konflik, namun secara langsung justru konflik-lah yang membuat sebuah
perusahaan atau organisasi menjadi lebih kuat dan berpengalaman. Gojek saat ini tengah mengalami krisis yang
cukup mengguncang reputasinya sebagai organisasi baru yang merambah bisnis transportasi
publik. Driver Gojek mendapatkan ancaman dari pengendara ojek lokal setempat. Bahkan ada yang akan melakukan tindakan fisik ke pengendara
Gojek karena ojek lokal merasa tersaingi oleh para
driver Gojek. Krisis semacam ini tentunya berpotensi membuat customer Gojek
menurun jika merasa keselamatannya terancam karena adanya teror oleh para ojek
lokal. Dan berakibat pula pada kinerja driver Gojek dalam melayani customernya,
khususnya didaerah-daerah tertentu yang mereka anggap rawan. Basuki Tjahaya
Purnama selaku Gubernur DKI Jakarta merasa bahwa hal ini salah satu bentuk aksi
ojek lokal yang takut tersaingi oleh Gojek (Aulia: 2015).
Krisis semacam ini jika tidak ditangani segera oleh
pengelola Gojek dapat berimbas pada konflik yang lebih besar antara para
pengendara Gojek dengan ojek lokal setempat yang merasa lahan kerja mereka
diambil oleh oleh Gojek. Adanya miskomunikasi antara Gojek dengan ojek lokal
ini membuat kedua belah pihak menjadi bersitegang. Keberadaan Gojek semakin
terpojokkan ketika Organda DKI Jakarta juga keberatan dengan eksistensi Gojek,
hal ini terjadi karena Gojek bukanlah sebagai organisasi angkutat resmi yang
diakui oleh pemerintah. Sehingga keberadaannya perlu dipertanyakan. Dalam
krisis yang saat ini menyerang Gojek, membuatnya perlu melakukan manajemen
komunikasi krisis yang tepat agar konflik tidak semakin besar dan harus
memiliki strategi khusus yang dapat dilakukan Gojek dalam melakukan problem
solving. Untuk itu lah disini penulis mencoba untuk mengulas komunikasi krisis
yang dapat dilakukan Gojek dalam menghadapi tekanan dari eksternal
perusahaannya tersebut.
Crisis Communication
Sebelum
memasuki pada krisis Gojek itu sendiri, kita perlu mengetahui terlebih dahulu
apa itu krisis komunikasi. Krisis menurut Barton (dalam Ngurah Putra, 1999:84)
adalah peristiwa besar yang tak terduga yang secara potensial berdampak negatif
terhadap baik perusahaan maupun publik. Peristiwa ini mungkin secara cukup
berarti merusak organisasi, karyawan, produk, jasa yang dihasilkan organisasi,
kondisi keuangan dan reputasi perusahaan.
Kemudian,
Argenti (2010: 301) mendefinisikan krisis sebagai sebuah malapetaka yang dapat
muncul secara alami atau sebagai hasil dari kesalahan, intervensi, atau bahkan
niat jahat manusia. Krisis dapat meliputi kehancuran nyata, seperti perusakan
jiwa atau aset, atau kehancuran tak berwujud, seperti hilangnya kredibilitas
dan reputasi dari suatu organisasi. Argenti juga menyebutkan bahwa krisis
biasanya memiliki dampak keuangan aktual yang signifikan pada sebuah
perusahaan, dan biasanya juga mempengaruhi banyak konstituen didalam lebih dari
satu pasar.
Sedangkan
jika kita menilik pada ranah krisis komunikasi, menurut Abidin (2005: 14) komunikasi
krisis adalah kegiatan pemberian informasi untuk menjelaskan tentang terjadinya
krisis, baik yang disebabkan oleh bencana alam, gangguan teknis, kesalahan
manusia maupun karena krisis komunikasi, termasuk upaya-upaya yang telah
dilakukan dan akan dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk dapat segera
menyelesaikan atau membantu menyelesaikan krisis sehingga krisis tersebut bisa
segera ditanggulangi. Kemudian menurut Lattimore dkk (2010: 434), krisis
komunikasi adalah hal-hal terkait dengan penggunaan semua peralatan media publik dalam rangka memelihara dan memperkuat reputasi
organisasi, terutama saat organisasi mengalami goncangan, yaitu pada waktu ketika organisasi berada dalam kondisi
bahaya.
Merujuk bahwa saat ini konflik ataupun krisis merupakan makanan lezat bagi para
awak media, dikarenakan berita seputar krisis
sering menarik minat dan menjadi perhatian publik melalui liputan media. Sehingga
perusahaan perlu untuk memperhatikan pengelolaan krisis komunikasi yang baik.
terutama jika krisis tersebut menyangkut pelayanan publik.
Mungkin
masih banyak yang bertanya-tanya “apa itu Gojek?”, karena Gojek memang
belum terlalu trend di banyak kota selain daerah Jabodetabek yang notabenenya
sebagai kota yang padat dan sering menagalami kemacetan. Sehingga orang-orang
banyak yang menggunakan alternatif Gojek untuk menghindari kemacetan.
Didirikan oleh Nadiem Makariem, lulusan jurusan Bisnis dari Universitas
Harvard, AS ini mendirikan PT. GoJek Indonesia. Dengan memanfaatkan layanan
transportasi ojek secara online. Maksud menggunakan layanan online disini
adalah, Gojek dipesan melalui online, dan pendaftaran driver Gojek pun juga
dilakukan secara online. Meskipun memiliki sistem online yang modern, Gojek mempunyai kantor utama yang bisa dijadikan
tempat pengaduan oleh pelanggan jika mendapat
perlakuan tidak baik. semua tukang ojek di
Gojek melalui sistem perekrutan dengan berbagai jaminan. Selain itu,
perekrutan driver Gojek dilakukan melalui
sejumlah tes layaknya perusahaan yang merekrut pegawai baru. Semua itu
dilakukan untuk menciptakan tukang ojek yang terpercaya dan tidak akan berbuat kriminal (Dani
Satria: 2015).
Gambar 1: foto ilustrasi gojek dari google – Go-jek.com |
Sejak awal kemunculannya, Gojek telah direspon positif
oleh masyarakat, hal ini dibuktikan dengan pernyataan pionir Gojek yang
mengatakan bahwa Gojek dapat melayani hingga 150 kali ojek perharinya, dan
diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya pengetahuan
masyarakat akan layanan Gojek. Layanan yang
meraih juara pertama Global Entrepeneurship Program Indonesia (GEPI) 2011 dalam
Non-Tech Category merekrut para pengojek yang diberi pelatihan dasar tentang
aturan lalu lintas yang baik, mengemudi aman, tata cara menyapa penumpang dan
berpenampilan rapi. (Yuniar, 2014).
Berdiri
sejak tahun 2011, Gojek telah memiliki seribu armada kendaraan roda dua dengan
tidak hanya mengantar penumpang saja, tetapi juga dapat mengantar jemput
barang, makanan, belanjaan, dan lainnya. Dikutip dari laman cnnindonesia.com edisi
27/01/2015 yang berjudul Pendiri
Aplikasi Go-Jek Siap Dipanggil Gubernur Ahok, pendiri Gojek, Nadiem
Makariem percaya bahwa jasa Gojek dapat menjadi
alternatif yang tepat bagi transportasi
dalam menembus kemacetan parah seperti di Jakarta dan bisa mempersingkat waktu
tempuh. Nadiem juga menilai Gojek dapat menjadi
salah satu feeder yang mengantar penumpang ke stasiun atau halte terdekat, sekaligus
membantu para konsumen dalam mengantarkan pemesanan (shopping delivery).
Untuk
memudahkan pelayanan, Gojek juga menanamkan perangkat GPS pada setiap armadanya
sehingga memudahkan pengelola Gojek mendeteksi keberadaan pengendara Gojek yang
sedang melayani konsumen. Saat ini Gojek telah meluncurkan applikasi Gojek
melalui android yang bisa diunggah langsung melalui playstore demi memudahkan para customer
menggunakan layanan Gojek. Laman online sidomi.com
edisi 24/02/2015 menyebutkan bahwa para
pengojek ketika ikutserta sebagai anggota Gojek, mengakui bahwa mereka lebih
percaya diri dan tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap dirinya menjadi lebih tinggi. Hal ini dikarenakan, selain
pengendara Gojek terdaftar secara sistematis, mereka juga berpenampilan lebih
rapi dengan seragam dan helm berlogo Gojek yang secara visual tertata dan
terkoordinir dengan baik. hal ini senada dengan yang diungkapkan Hutabarat
(2015) yang menyebutkan bahwa bagi masyarakat kehadiran
Gojek sangat membantu. Masyarakat memiliki alasan pribadi memilih Gojek ketimbang ojek lokal. yaitu, karena penampilannya.
Gejolak Eksternal
GoJek
Sebagai organisasi yang
baru berkembang dikota besar seperti Jakarta, Gojek senantiasa berusaha
memberikan peningkatan terhadap pelayanannya, namun itu semua bukan berarti
berjalan tanpa ada hambatan. Gesekan yang terjadi antara Gojek dengan ojek
lokal setempat yang merasa lahan kerja mereka direbut, membuat keamanan serta
kinerja driver Gojek terancam, pasalnya ancaman serta gangguan yang diterima
para driver Gojek membuat mereka terpaksa minta penumpang menunggu di tempat jauh dari
pangkalan ojek. Alfindo (2015) menyebutkan bahwa insiden ricuh antara supir
Gojek vs tukang ojek lokal kian marak terjadi. Akhir-akhir ini banyak
tukang ojek lokal yang tidak terima lahan ojek mereka diserobot supir Gojek
yang merupakan driver ojek luar pangkalan. Berbagai intimidasi harus diterima
driver GoJek. Salah satunya dialami Faisal Basri, 45 tahun. Dia mengaku sempat
mendapat ancaman dari tukang ojek setempat. Dia diancam saat menunggu pelanggan
di daerah Karet, Jakarta Selatan (Hutabarat: 2015). Selain itu
dalam judul berita online dari metrotvnews.com edisi 12/06/2015 juga menyebutkan cara lain
para driver GoJek dalam menghindari ancaman dari ojek lokal, yaitu beberapa
driver Gojek siap siaga membawa perlengkapan khusus berupa jaket dan helm tanpa
loho Gojek, mereka membawa jaket dan helm yang biasa mereka gunakan sebelum
menjadi anggota Gojek. Hal ini dilakukan karena sebelumnya mereka pernah
mendapatkan pengalaman yang kurang mengenakan. Beberapa tukang ojek lokal merasa
teganggu karena kehadiran GoJek. Meski mereka tahu bahwa menggunakan atribut GoJek
adalah sebuah keharusan dan bisa dikenai sanksi jika melanggar, mereka tetap
berpendapat lebih baik mencegah kejadian ketimbang menimbulkan masalah lebih
besar.
Alfindo
juga mengatakan bahwa aksi tersebut memang sudah dapat diprediksi karena
layaknya lahan parkir, lahan ojek juga sering menjadi sengketa. Tidak jarang
tukang ojek luar daerah sering menjadi korban tukang ojek lokal. Apalagi dizaman
sekarang semakin sulit mencari konsumen ojek lokal karena mayoritas masyarakat telah
berpindah menggunakan Gojek, Grabtaxi, dan layanan sejenisnya yang lebih
terkoordinir dengan jelas.
Selain mendapat intimidasi dari para
ojek lokal, ternyata Gojek juga harus berurusan dengan Organda di Jakarta yang
juga merasa keberatan atas adanya Gojek. Organda DKI meminta transportasi jenis
baru itu ditindak tegas karena tak memiliki izin operasional. Mereka menolak
keberadaan ojek setelah adanya inovasi Gojek. Sebab, mereka menyatakan bahwa
Gojek tidak termasuk moda angkutan umum yang tercantum di UU LLAJ Nomor 22
Tahun 2009. Di sana dikatakan bahwa sepeda motor bukanlah angkutan umum orang
dan barang.
Intimidasi tersebut secara tidak
langsung akan membuat para konsumen pun merasa was-was dalam menggunakan Gojek,
yang juga akan berimbas pada kelangsungan layanan. Aulia (2015 dalam Metrotvnews.com)
juga menyebutkan tentang tanggapan yang diberikan oleh Gubernur DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama yang menyadari penolakan Organda DKI terhadap keberadaan
Gojek karena persaingan usaha angkutan darat. Gubernur DKI Jakarta yang biasa
disapa Ahok itu menyarankan agar Organda mau ikut sistem Rp perkilometer. Ahok
menyadari keberadaan ojek atau Gojek belum diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Namun, Organda diminta tak munafik. Sebab, diakui atau tidak,
keberadaan angkutan umum roda dua itu sangat dibutuhkan untuk menembus
kemacetan Ibu Kota.
Transportasi
roda dua Gojek memang telah mendapat apresiasi dari Gubernur DKI Basuki Tjahaja
Purnama. Ojek itu dinilai efisien dan mampu menjadi angkutan alternatif warga
Ibu Kota. Ia menyampaikan kelebihan yang dimiliki Gojek. Menurut Ahok, banyak
kelebihan yang dimiliki Gojek. Baik dari sisi pengendara maupun pengguna
jasanya. Ia menuturkan, Go-jek memberikan asuransi kepada tukang ojeknya, tidak
perlu berseliweran tanpa arah, dan mendapatkan pemasukan yang lebih pasti. Ahok
mengaku heran dengan keberatan Organda atas keberadaan Gojek. Padahal, ojek
biasa saja, sudah lama hidup di jalanan Ibu Kota. Ahok mengatakan, sistem GoJek
memang lebih baik daripada ojek biasa.
Gejolak
eksternal yang terjadi pada Gojek ini kemudian membuat Gojek harus memikirkan bagaimana
cara dalam menanggulangi konflik agar tidak berlarut-larut. Karena sebenarnya
konflik yang terjadi antara Gojek dengan ojek lokal maupun dengan Organda
Jakarta adalah adanya kesalahpahaman karena kurangnya komunikasi antara
keduabelah pihak. Ojek lokal merasa lahan mereka direbut oleh Gojek, padahal
sebenarnya Gojek justru ingin merangkul para tukang ojek agar dapat saling
bekerjasama meningkatkan mutu dan pelayanan angkutan ojek dan sekaligus ingin
meningkatkan taraf hidup para tukang ojek. Nadiem juga mengatakan bahwa dirinya
dan tim sama sekali tidak bermaksud untuk menyaingi ojek lokal maupun organda (Koesmawardhani, 2015), ia justru
menginginkan para tukang ojek tidak perlu lagi menggantungkan
nasib pada tempat mangkal atau berkeliaran mencari penumpang di pinggir
jalan dari pagi hingga larut malam. Namun sayangnya hal ini belum dikomunikasikan secara
maksimal dengan para ojek lokal.
Komunikasi Sebagai Pilar Dalam Menanggulangi Krisis
Sebuah krisis dapat dialami oleh siapa saja,
termasuk perusahaan. Jika pada masa lalu, krisis perusahaan atau organisasi terbatas
pada lokal dan maksimalnya hanya akan menjadi perhatian nasional, kini dengan
kecanggihan teknologi, krisis korporat dapat diliput bahkan dalam beberapa detik
saja oleh media lokal, nasional hingga internasional. Munculnya berbagai media
online, website, dan blogger online membuat gerak-gerik krisis korporat dapat
didokumentasikan dan dikritik sangat cepat. Maka, dengan semakin canggihnya
lingkungan media dan tekanan mada media bisnis, membuat para pelaku korporat
harus menciptakan respon yang tepat dalam menanggulangi krisis.
Langkah pertama untuk bersiap-siap terhadap terjadinya
krisis adalah dengan memahami bahwa organisasi manapun selalu berisiko
mengalami krisis, sehingga krisis bukan menjadi alasan untuk kehancuran sebuah
organisasi. Gojek memang tidak perlu khawatir dengan resiko kehilangan pemegang
saham. Karena pada dasarnya ia adalah organisasi swasta yang menawarkan layanan
jasa. Tetapi ia harus khawatir tentang kehilangannya goodwill yang dapat
mempengaruhi penjualan layanan ketika krisis melanda. Sehingga seringkali CEO
perusahaan menjadi terlibat langsung dalam komunikasi pada saat krisis untuk
memberikan kredibilitasnya. Begitu juga yang terjadi pada Gojek, Nadiem selaku
pendiri Gojek secara langsung memberikan penjelasan kepada media terkait kasus
yang mengintimidasi perusahaannya tersebut. Dikutip dari beritaterbaru.co.id, Nadiem
yang ditemui di acara New Cities Summit 2015 di Ciputra Artpreneur mengatakan
bahwa perlawanan yang terjadi terkait perusahaannya adalah miskomunikasi, ia
justru ingin semua ojek dapat bergabung ke networknya. Karena selain bisa meningkatkan penghasilan, para pengojek juga akan di didik untuk mengerti teknologi.
Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan
dalam manajemen komunikasi krisis yang dapat sekaligus menyoroti krisis yang
terjadi pada Gojek.
1. Mengenali Media
Media adalah saluran komunikasi
yang dipergunakan untuk menyebarluaskan pesan sehingga pesan mampu menjangkau
komunikan dalam jumlah yang lebih besar, tidak terbatas pada ruang dan waktu
(Abidin, 2005: 15). Organisasi perlu melakukan hubungan yang baik dengan media.
Namun perlu ditekankan bahwa tujuan pokok diadakannya hubungan media adalah
untuk menciptakan pengetahuan dan pemahaman kepada publik, bukan untuk
menyebarkan suatu pesan sesuai keinginan perusahaan induk atau klien demi
mendapatkan suatu citra semata.
Dalam hal terkait Gojek,
Gojek sepertinya telah memiliki hubungan yang cukup baik dengan media, ini
dibuktikan dengan beberapa media yang memberitakan konflik Gojek dengan ojek
lokal dan Organda bernilai positif bagi Gojek itu sendiri. Contoh berita online
yang mengangkat kasus Gojek adalah Metrotvnews.com yang beberapa kali
mengangkat kasus Gojek dengan judul: Kelebihan Gojek dimata Ahok - edisi
12 Juni 2015, DKI
Akan Masukkan Gojek dalam Smart City - edisi 23 Februari 2015, dan Gojek, Ojek dengan Nomor Identifikasi - 23 Februari 2015. Dilanjutkan dengan Merdeka.com dengan judul Ini
kata bos Gojek soal kasus ancaman ke pengemudi Gojek - 11 Juni 2015. Kemudian news.liputan6.com tentang Rencana Ahok Gandeng Gojek
Gabung Smart City Jakarta - edisi 18
Februari 2015.
Sambutan pers yang terbilang
baik dengan adanya Gojek adalah karena pendiri Gojek sendiri sejak awal telah
mensosialisasikan Gojek dengan baik melalui media, berita yang disampaikan
kepada khalayak pun diutarakan sebagaimana adanya. Sehingga sambutan masyarakat
dengan sendirinya akan positif. Hal ini tertera dengan apa yang diungkapkan
Nadiem tentang dirinya yang tidak tertarik dengan adanya tawaran franchise
dari negala lain karena ia ingin fokus di Indonesia saja, karena menurutnya
perusahaannya bukan untuk dirinya semata tetapi lebih kepada membantu
lingkungan sosial (beritaterbaru.co.id. 10 Juni 2015).
2.
Develop Ingratiation Strategie (Mengembangkan Strategi Integrasi)
Menurut Coombs (dalam Ngurah Putra, 1999:101-102,
dalam Satlita, h. 16), Ingratiation
strategie adalah usaha organisasi
untuk mencari dukungan publik.
Publik disini tidak hanya media saja, tetapi juga
masyarakat dan termasuk pemerintah. Kita dapat melihat dalam situasi krisis Gojek
dengan ojek lokal dan Organda, ia justru mendapatkan dukungan dari masyarakat
yang menginginkan agar Gojek tidak terpengaruh dengan intimisasi yang ada. Sejak
awal kehadiran Gojek, masyarakat yang menggunakan layanan tersebut merasa
sangat terbantu, karena selain tarif yang diajukan jelas, mereka juga merasa
lebih aman. Citra dan reputasi yang dibangun Gojek secara langsung telah
membuat Gojek mendapat dukungan dari masyarakat ketika menghadapi krisis.
Selain masyarakat, dukungan Gubernur DKI Jakarta juga
menjadi tameng yang kuat untuk Gojek dalam konfliknya. Ahok menyadari bahwa
penolakan Organda DKI terhadap keberadaan Gojek karena persaingan usaha
angkutan darat. Karena walaupun keberadaan Gojek belum diatur dalam
perundang-undangan, Ahok menilai masyarakatnya memang sangat membutuhkan Gojek
sebagai sarana alternatif dalam menembus kemacetan Jakarta. Kabar bagusnya lagi
bagi Gojek ditengah kisruh krisisnya, Gojek mampu mengembangkan komunikasi yang
baik dengan pemerintah sehingga pemerintah DKI berencana memasukkan Gojek
kedalam smart city, agar pemprov DKI dapat ikut serta mempromosikan Gojek
kepada masyarakat dan turis melalui aplikasi smart city.
3. Memberitahukan Karyawan Segera Mungkin
Karyawan sebagai konstituen
utama dalam perusahaan harus dapat mengenali kondisi perusahaannya dengan baik.
Begitu pula saat terjadi krisis. Karyawan yang mengetahui krisis perusahaannya
melalui media sama halnya dengan seorang anggota keluarga yang mengetahui
sebuah masalah personal dari orang luar (Argenti, 2010: 64). Ketika Gojek
sedang mengalami isu konflik eksternal, maka manajer atau atasan Gojek harus
memberitahukan keseluruh karyawannya. Hal ini sangat penting karena selain
karyawan dapat lebih waspada dan berhati-hati, karyawan juga dapat membantu
perusahaan dalam menemukan alternatif yang tepat dalam meminimalisir krisis.
Karena walau bagaimanapun, sebagai perusahaan yang bergerak dibidang
transportasi dan layanan publik, keselamatan dari penumpang dan pengemudi
adalah yang utama. Sehingga krisis ancaman dari pihak lain tidak boleh sampai
tidak diketahui oleh setiap karyawan Gojek.
4. Mengelola Informasi yang Beredar
Dalam keadaan krisis,
biasanya perusahaan akan menerima banyak sekali informasi ataupun berita yang
terkait dirinya. Sehingga perusahaan harus dengan jeli memfilter berita-berita
yang masuk. Sebagai perusahaan yang menggunakan media online, Gojek tidak hanya
mendapat informasi melalui media massa, tetapi juga jejaring sosial. Karena
para customernya yang rata-rata adalah ‘melek’ media kerap memberikan opini dan
informasi melalui akun pribadi mereka. Termasuk ketika konflik dengan ojek
lokal berhembus dengan kuat ketika salah seorang customernya yang bernama Boris
Anggoro men’share’ kejadian tersebut melalui jejaring sosial Path (Alfindo:
2015). Postingan tersebut langsung saja mengundang banyak komentar dari
pengguna jejaring sosial lainnya dan dengan sangat cepat menyebar. Sehingga
konflik tersebutpun dengan sangat cepat pula diketahui khalayak.
Disini, Gojek harus dapat
mengontrol informasi yang beredar. Salah satu strategi yang diungkapkan
Purwaningwulan (2013: 174), yaitu dengan segera menyampaikan informasi yang
akurat dan memutuskan tindakan yang mempertimbangkan efek jangka panjang. Informasi
yang disampaikan dapat disebarluaskan melalui media massa maupun jejaring
sosial atau website resmi milik Gojek sendiri, hal ini dapat dilakukan untuk
mengontrol informasi yang beredar dimasyarakat. Termasuk memberikan informasi
yang jelas kepada anggota ojek lokal dan organda tentang tujuan dari berdirinya
Gojek agar kesalahpahaman yang terjadi tidak berlanjut terus menerus. PT. Gojek
Indonesia dapat melakukan pertemuan langsung dengan para tukang ojek lokal agar
dapat terjalin komunikasi dua arah antara kedua belah pihak. Komunikasi dua
arah yang dilakukan secara reguler dengan kelompok ini juga akan berdampak
jangka panjang, karena mampu menjadi perekat yang dapat membawa kredibilitas
dan harapan positif jika suatu saat krisis kembali melanda.
5. Membuat Rencana Untuk Menghindari Krisis Lain
Selanjutnya,
sebagai organisasi baru. Gojek harus dapat meningkatkan sistem komunikasi untuk
memastikan bahwa Gojek dapat semakin siap saat menghadapi krisis yang akan
datang. Perusahaan-perusahaan yang telah mengalami krisis cenderung percaya
bahwa kemunculan seperti itu akan terjadi lagi dan akan semakin menyadari bahwa
persiapan adalah kunci dari penanganan krisis dengan sukses (Argenti, 2010:
330). Maksudnya adalah dengan melakukan persiapan yang matang dengan menjalin
kerjasama yang baik dengan segala pihak dapat membuat perusahaan lebih mudah
saat mengalami krisis. Selain itu yang juga tidak
kalah pentingnya dalam suatu strategi komunikasi krisis yang ungkapkan Satlita
(h.17) adalah memilih siapa yang akan menjadi juru bicara, baik kepada berbagai
publik maupun kepada media massa yang akan menjadi saluran penting dalam
komunikasi krisis. Karena tidak selamanya ketika krisis terjadi pembicara
utmanya adalah pendirinya sendiri, ada kalanya saat krisis terjadi pembicara utama
harus dilakukan oleh juru bicara atau humas, agar jika terjadi kesalahan dalam
penyampaian informasi, dapat diklarifikasi oleh kepala perusahaan.
Selain poin diatas,
Lattimore dkk (2010: 437) menambahkan beberapa upaya yang dapat dilakukan
perusahaan untuk menghindari krisis. Yaitu dengan terus berupaya meningkatkan
serta memelihara kepercayaan dan kredibilitas, memastikan masyarakat tetap
memperoleh informasi secara reguler melalui berbagai saluran komunikasi.
Terakhir, perusahaan perlu mengawasi segala rumor yang memiliki kemungkinan
krisis, sehingga dapat dilakukan pencegahan sedini mungkin.
Penutup
Perusahaan memang tidak akan bebas dari ancaman
krisis, baik itu krisis yang sifatnya kecil maupun besar. Krisis pada perusahaan
tidak bisa diprediksi datangnya, dan dapat terjadi pada perusahaan mana saja. Sehingga jalan terbaik untuk menghadapinya
adalah membuat perencanaan sebaik mungkin dan memprediksi resiko apa saja yang
akan dihadapi oleh perusahaan. Dalam era modern, cara perusahaan dalam
memandang krisis akan lebih berbeda, ketika kemajuan teknologi telah merajai
industri bisnis, mengelola komunikasi dimasa krisis menjadi bagian yang penting
untuk dilakukan. Karena jika suatu krisis lamban ditangani, informasi yang
tersebar dimasyarakat akan berpotensi mempengaruhi jalannya perusahaan.
Layanan
berbasis teknologi yang bergerak dalam bidang transportasi dan kurir, Gojek Indonesia, saat ini telah menggandeng sedikitnya seribu tukang ojek di seluruh Jabodetabek.
Dengan didirikannya Gojek oleh Nadiem alumni Harvard University ini telah mengangkat
citra,
sekaligus penghasilan para tukang ojek yang
menjadi mitra Gojek. Sebagai organisasi baru
tentu Gojek tidak terlepas dari krisis yang menimpa, konflik yang terjadi
antara Gojek dengan ojek lokal dan organda yang keberatan dengan eksistensi
Gojek membuat Gojek harus memikirkan strategi agar perusahaannya dapat terus
berjalan tanpa ada pihak lain yang merasa dirugikan. Yaitu diantaranya dengan
mengenali media dengan baik, mengembangkan strategi integrasi, memberitahukan karyawan segera mungkin, mengelola informasi yang beredar,
dan membuat rencana untuk menghindari krisis lain.
Dengan mengelola manajemen komunikasi yang baik,
akan membuat perusahaan lebih mudah dalam menangani krisis. Karena tidak dapat
dipungkiri bahwa kegagalan perusahaan dalam menangani krisis berasal dari
kegagalan perusahaan dalam memanajemen komunikasinya.
Referensi
Abidin,
Zainal. (2005). Optimalisasi Fungsi
Media Relations Untuk Keberhasilan Komunikasi Krisis (online) Vol. 2 No. 1,
2005. http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-4627-ZainalAbidin.pdf.
diakses 12 Juni 2015)
Argenti,
Paul A. (2010). Corporate Communication (edisi terjemahan: Putri Aila Idris).
Jakarta: Penerbit salemba Humanika
Alfindo. (2015). Duh, Terjadi insiden saling ancam antara Supir Gojek vs Tukang Ojek
Lokal (online).
(http://alfido.com/2015/06/09/duh-terjadi-insiden-saling-ancam-antara-supir-gojek-vs-tukang-ojek-lokal/
diakses
12 Juni 2015)
Aulia, M Rodhi. (2015). Organda Tolak Go-Jek, Ahok: Takut Tersaingi (online).
(http://news.metrotvnews.com/read/2015/06/12/135941/organda-tolak-go-jek-ahok-takut-tersaingi,
diakses 13 Juni 2015)
Beritaterbaru.co.id. Gojek diusir tukang ojek, ini penjelasan
sang pendiri. (online).
(http://www.beritaterbaru.co.id/2015/06/10/07/30/go-jek-diusir-tukang-ojek-ini-penjelasan-sang-pendiri/
diakses 13 Juni 2015)
Dani Satria, Hardiat. (2015). Gojek, Ojek dengan Nomor
Identifikasi. (online).
(http://news.metrotvnews.com/read/2015/02/23/361879/gojek-ojek-dengan-nomor-identifikasi
diakses tanggal 12 Juni 2015)
Gambar 1, Agatha
Ardhiati. Bijak Menggunakan Ojek. (online).
(http://midjournal.com/2015/05/bijak-menggunakan-go-jek, diakses 14 Juni 2015)
Hutabarat,
Ciputri. (2015). Driver Go-Jek Kerap
Minta Penumpang Menunggu di Tempat Jauh dari Pangkalan Ojek (online). (http://news.metrotvnews.com/read/2015/06/12/135978/driver-go-jek-kerap-minta-penumpang-menunggu-di-tempat-jauh-dari-pangkalan-ojek,
diakses 13 Juni 2015)
Hutabarat,
Ciputri. (2015). Ini Cara Driver Go-Jek Hindari Ancaman Ojek Lokal (online). (http://news.metrotvnews.com/read/2015/06/12/135853/ini-cara-driver-go-jek-hindari-ancaman-ojek-lokal,
diakses 13 Juni 2015)
Koesmawardhani, Nograhany Widhi. (2015).
Go-Jek Diusir Tukang Ojek Pangkalan, Apa Kata Sang Pendiri?
(online).
(http://news.detik.com/read/2015/06/10/112953/2938232/10/go-jek-diusir-tukang-ojek-pangkalan-apa-kata-sang-pendiri
diakses 13 Juni 2015)
Lattimore, Dkk. (2010). Public Relations Profesi dan Praktis
(edisi terjemahan: Afrianto daud). Jakarta: Salemba Humanika
Merdeka.com. Ini kata bos Gojek soal kasus ancaman ke
pengemudi Gojek. Kamis,
11 Juni 2015 09:54. (online).
(http://www.merdeka.com/teknologi/ini-kata-bos-gojek-soal-kasus-ancaman-ke-pengemudi-gojek.html
diakses 12 Juni 2015, 11:12)
Ngurah Putra, I Gusti. (1999). Manajemen Hubungan Masyarakat.
Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya.
Purwaningwulan, Melly Maulin. (2013). Public
Relation dan Manajemen Krisis. (online) vol 11 no. 2. (http://jurnal.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-11-2/01-miu-11-2-melly.pdf/pdf/01-miu-11-2-melly.pdf.diakses
12 Juni 2015)
Pratomo, Gito Yudha. (2015). Pendiri Go-jek Siap Dipanggil
Gubernur Ahok. (http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150127170702-185-27751/pendiri-aplikasi-go-jek-siap-dipanggil-gubernur-ahok/
diakses
12 Juni 2015)
Satlita, Lena. Strategi Komunikasi dalam Menangani Krisis Organisasi (online). (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Strategi%20Komunikasi%20dalam%20Menangani%20Krisis%20Organisasi_0.pdf
diakses 12 Juni 2015)
Sidomi.com. Sistem Bagi Hasil Gojek Menguntungkan, Tukang Ojek Kantongi Rp 3 Juta
Sebulan. 24 Februari 2015. (online).
(http://sidomi.com/361497/sistem-bagi-hasil-gojek-menguntungkan-tukang-ojek-kantongi-rp-3-juta-sebulan/
diakses 13 Juni 2015, 1:02)
Yuniar, Nanien. (2014). Ojek yang Naik Kelas. (online). (http://otomotif.antaranews.com/berita/442608/ojek-yang-naik-kelas,
diakses 14 Juni 2015)
izin gunakan untuk referensi
BalasHapusizin copas ya buat referensi tugas
BalasHapus