Saat Ananda Melakukan Kesalahan

 halo para wanita yang sedang menikmati menjadi seorang ibu... kali ini di blog saya, saya akan rutin untuk memposting berbagai hal terkait pengasuhan anak. tulisan-tulisan tersebut saya dapatkan dari grub WA Orangtua Juara. Alahmdulillah semenjak bergabung dan mengikuti berbagai dialog di grub tersebut pengetahuan saya tentang parenting semakin bertambah, maka saya putuskan untuk membagi lebih banyak kepada wanita diluar sana yang tentunya ingin menjadi sebaik-baik ibu bagi anaknya.
kali ini saya bagikan tulisan dari Bunda Linda, terimakasih Bund...tulisannya sangat bermanfaat.



Saat Ananda Melakukan Kesalahan
Oleh: Linda Ummu Hazimah*
*Penulis adalah peserta Wonderful Writing Class yang diampu oleh Ust. Cahyadi Takariawan dan tim.

“Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut, dan Dia menyukai kelemahlembutan. Dia akan memberikan kepada orang yang ramah sesuatu yang tidak Dia berikan kepada orang yang kasar dan sesuatu yang tidak Dia berikan kepada selainnya.” (H.R. Muslim)

Suatu hari saat berada di taman hotel, saya melihat ada seorang anak  berusia sekitar enam tahun. Anak itu berlari kecil menuju ibunya melewati kerumunan anak-anak lain sambil menggenggam sesuatu. Setelah sampai pada sang ibu yang sedang asyik berbincang dengan temannya, anak itu berteriak. “Bundaaa…..” serunya bahagia, “Ini untuk Bunda..” lanjutnya lagi, seraya tersenyum memberikan setangkai bunga mawar yang digenggamannya tadi. Namun sayang, respon yang didapatkan sang ananda rupanya di luar harapannya. Maksud hati ingin menyenangkan sang bunda, ternyata bundanya malah memarahi. “Kamu dapat darimana bunga ini, kembalikan. Nggak boleh ngambil sembarangan!” hardik ibunya sambil melotot. Ibunya menyampaikan kata dan ekspresi sedemikian rupa di depan teman ngobrolnya dan banyak orang. Terlihat sekali raut muka sedih anak itu. Dia menunduk kemudian pergi meninggalkan ibunya menuju teman-temannya bergabung bermain dengan mereka.

Apakah yang dikatakan sang ibunda tadi salah? Tidak, maksud sang ibunda benar. Ia ingin anaknya menjaga diri dari mengambil yang bukan miliknya. Namun sayang, kalimat itu keluar dengan nada, pilihan kata, dan waktu yang kurang tepat. Apalagi di depan banyak orang. Pertanyaannya, apakah dengan cara demikian maksud yang ingin disampaikan sang ibunda akan diterima dengan baik oleh sang ananda?

Belum tentu. Boleh jadi yang diterima ananda adalah bahwa ibunya marah dan tidak senang dengan hadiah yang diberinya. Di waktu yang lain, sang anak pun akan enggan memberi hadiah kepada sang bunda.

Lalu bagaimana sebaiknya yang dilakukan orangtua ketika mendapatkan kondisi seperti cerita di atas?

Pertama, terimalah dengan baik dahulu apa yang diberi oleh anak kita. Namun begitu, kita tidak boleh serta merta melupakan “pekerjaan rumah” yang lain. Jika memang dirasa yang dilakukan buah hati kita kurang tepat, maka selesaikanlah dengan kata, waktu dan cara yang tepat. Misalnya saat kita sudah berada di rumah, di kamar, dan waktu bersantai. Lakukanlah hanya ketika sedang berdua dengan si anak, tanpa diketahui orang lain sekalipun dengan saudara kandungnya. Jangan menjatuhkan harga dirinya di depan banyak orang. Lalu, bicaralah dengan lembut, “Nak, bunda senang sekali dengan pemberian bunga dari tadi. Adek dapat darimana bunganya, sayang?”

“Aku tadi ngambil dari taman hotel, Bunda. Tadi bunganya udah jatuh dari pohonnya, terus tadi aku bilang sama tukang kebunnya, terus disuruh ambil aja”

Coba kita bayangkan, jika ternyata kejadian sebenarnya adalah demikian. Sedang sang ibu terlanjur menerima bunga itu dengan marah-marah di depan banyak orang, bahkan menuduhnya yang tidak benar. Bayangkan kerusakan yang sudah kita lakukan pada anak kita. Perasaannya, harga diri yang sudah terkoyak di depan orang lain, dan lain-lain.

Namun apabila ternyata jawaban anak kita seperti berikut ini, “Aku tadi metik di taman, Bunda”

“Terus tadi izin sama tukang kebun?”

“Nggak”

“Itu punya kita bukan, Dek?”

“Bukan, Bunda”

“Kira-kira kalau barang adek diambil orang lain tanpa izin bagaimana? Suka nggak?”

“Nggak suka…”

“Nah, berarti sama dengan bunga ini, Sayang. Bunga itu bukan punya kita, berarti kita tidak boleh mengambilnya. Lain kali adek harus minta izin dulu kalau mau petik bunga yaa.. ” (tersenyum)

*

Komunikasi adalah faktor penunjang penting dalam sebuah pengasuhan. Dalam mendidik buah hati, hendaknya kita berlaku dengan lembut, terlebih jiwa anak-anak masih polos dan lugu. Jiwa mereka merindukan sosok orangtua yang dapat mengarahkan mereka dengan kasih sayang. Bukan dengan celaan atau sikap kasar. Sebagaimana kita sendiri sebagai orangtua, yang ingin diberi masukan dengan cara yang baik dan penuh hikmah.

Ada empat faktor penunjang keberhasilan dalam berkomunikasi dengan buah hati, yakni:

Pilihan kata

Pilihan kata merupakan faktor penting dalam komunikasi. Sebagai orangtua, tentu kita harus dapat memilih dan memilah kata. Menurut pakar parenting bunda Elly Risman, ketika kita sebagai orangtua sedang berkomunikasi kepada anak, hendaknya bervisi ke depan, tidak hanya berhenti saat ini. Artinya kita sebagai orangtua harus pandai betul dalam mengeluarkan kata-kata yang berjangka panjang dan berakibat baik. Sambunglah tiap kata yang tepat menjadi kalimat yang pas dan mudah dipahami oleh anak-anak, namun tetap mendidik.

Nada

Apa itu nada? Nada yang dimaksud di sini adalah nada bicara. Nada bicara yang bersahaja, lemah lembut dan tidak ngotot atau tidak dalam keadaan seperti menahan emosi tentu akan mudah juga diterima oleh anak kita. Rasanya, meskipun kita sedang berbicara kebaikan, namun bila disampaikan dengan nada tinggi, tentu anak kita akan menangkapnya sebagai sebuah amarah atau celaan. Bukan pada maksud tujuan baik orangtuanya, meskipun pilihan kata katanya sudah baik.

Ekspresi

Tidak mungkin rasanya kata yang baik dan nada yang baik berjalan seimbang tanpa ekpresi yang semestinya. Ekspresi tenang dan menggembirakan, datar dan senyuman akan memudahkan kita menginternalisasi nilai yang sedang ingin kita tanamkan ke dalam diri ananda. Apabila kita menyampaikan dengan ekspresi muka ditekuk, apalagi dengan marah-marah, sang anak pun akan merasa tertekan ketika mendengarkan.

Pemilihan Waktu

Pemilihan waktu yang tepat dalam berkomunikasi merupakan faktor pendukung yang penting. Nasihat atau arahan akan lebih mudah jika diterima dalam waktu yang kondusif misalnya saat sedang santai, atau waktu lain yang nyaman. Bisa juga setelah subuh atau setelah membacakan dongeng menjelang tidur.

Demikianlah kita sebagai orangtua, harus jeli, baik, dan pandai dalam mengolah situasi, kondisi dan baik pula cara dalam berkomunikasi. Jangan terbiasa mencela anak. Seperti yang dikatakan oleh Imam Al-Ghazali, “Jangan Anda banyak mengarahkan anak didik Anda dengan celaan setiap saat, karena sesungguhnya yang bersangkutan akan menjadi terbiasa dengan celaan. Akhirnya, ia akan bertambah berani melakukan keburukan, dan nasihat pun tidak dapat mempengaruhi hatinya lagi.”

Semoga kita termasuk orangtua yang tidak mudah menggunakan cara instan atau ingin cepat-cepat dalam segala proses pendidikan yang dilaluinya bersamanya. Dalam berkomunikasi atau bersikap hendaknya kita selalu menyadari bahwa kita sedang mendidik, mengarahkan, menanamkan nilai tauhid, menginternalisasi nilai positif kepada mereka. Mendidik mereka tanpa harus melukai. Wallahua’lam


http://keluarga.or.id/saat-ananda-melakukan-kesalahan/

Komentar

Postingan Populer